BU’DUN NAZHAR

Pandangan yang jauh dan wawasan yang berfikir yang luas disebut bu’dunnazhar. Kebalikan dari sikap tersebut adalah qashrunnazhar, yaitu pikiran dangkal, penilaian yang dibatasi oleh orientasi berfikir sembpit dan subyektif dalam menilai sesuatu. Kaitannya dengan dakwah qashrunnazhar adalah fenomena yang cukup berbahaya bagi pribadi da’I, bahkan bagi bagi dakwah secara keseluruhan. Aktivitas da'wah syamilah (integral) tentu tidak dapat dipisahkan dengan faktor hikmah (kekuatan dan ketegasan argumentasi) sebagai salah satu indikasi bu’dunnazhar. Dari sanalah tanggung jawab dakwah yang dipikul oleh setiap muslim menuntut kita untuk selalu memiliki cakrawala pandangan yang luas (bu’dunnazhar). Disamping sikap terkurung atau terbatasnya cakrawala berfikir acapkali melahirkan perilaku dan keputusan yang cenderung ceroboh. Cukup banyak kasus-kasus yang mencuat lantaran sikap tercela itu. Keringat kita terbuang percuma, usaha kita sia-sia, citra kita tercoreng, bahkan mengakibatkan banyak manusia justru berpaling dan apriori terhadap dakwah.

 

Ada beberapa hal yang dapat ditempuh untuk memiliki bu’dunnazhar.

  1. Belajar memikul tanggung jawab. Kemampuan, pengalaman dan potensi yang tumbuh lewat tanggung jawab kelak akan menciptakan tashawwur (persepsi) yang luas. Contoh ideal adalah pribadi Rasulullah SAW. Sejak kecil beliau belajar memikul tanggung jawab, antara lain dengan mengembalakan kambing dan mencari nafkah. Di sanalah kemampuan dan kreatifitas beliau dilatih.
  2. Bergaul dan menjalin hubungan dengan mereka yang memiliki cakrawala berpikir luas serta menghindari kelompok orang yang berpandangan picik dan dangkal.
  3. Memahami realita makar dan tipu daya musuh-musuh Islam. Betapapun keunggulan yang telah mereka capai sebenarnya merupakan faktor yang dapat menyentak semangat dan ghirah kaum muslimin untuk menyaingi mereka.
  4. Mendalami pemahaman tentang syumuliyatul (integralitas) Islam.
  5. Mengkaji perjalanan sirah Rasulullah SAW. Di dalam sirah banyak kasus-kasus yang mendorong kaum muslimin untuk memperluas pengetahuan. Diantaranya sikap Rasulullah SAW yang tidak menghancurkan berhala-berhala dalam ka'bah kecuali pada tahun ke delapan hijriyah. Dengan pandangan nubuwwahnya beliau menilai bahwa penghancuran berhala-berhala tersebut sebelum penghancuran paganisme yang bercokol dalam jiwa, berarti mendorong kaum Quraisy untuk membuat patung-patung baru.
  6. Memperkuat hubungan dengan Allah, dengan meninggalkan dosa-dosa kecil apalagi yang besar. Ini dapat mewariskan hikmah yang sangat diperlukan dalam bu’dunnazhar

 

 

 

TUJUH KIAT MENANGKAL VIRUS UKHUWWAH

 

Dalam surat Al Hujurat (QS 49) Allah SWT memaparkan 7 kiat bagi kita untuk menangkal virus-virus ukhuwwah yang bisa menghancurkan shaf ukhuwwah yang telah dibina.

  1. Tabayyun
  2. Tabayyun berarti mencari kejelasan informasi dan mencari bukti kebenaran informasi yang diterima. Allah SWT berfirman:

    "Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS 49:6)

  3. ‘Adamus Sukhriyyah
  4. Artinya tidak memperolok-olokkan orang atau kelompok lain. Firman Allah SWT:

    "Wahai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan)." (QS 49:11)

    Saat ini terdapat banyak kelompok atau organisasi dakwah. Harus kita sadari bahwa diantara kelompok-kelompok dakwah tersebut terdapat perbedaan yang prinsipil maupun yang tidak prinsipil. Perbedaan dalam menentukan al-hadaful a’la (sasaran tertinggi) termasuk dalam masalah prinsip.

    Kondisi ini memancing suasana tanafus (persaingan) yang kadang bentuknya tidak sehat. Persaingan ini akan semakin tidak sehat dengan tampilnya oknum-oknum yang senang melontarkan ungkapan-ungkapan bernada cemooh persaingan.

    Berhimpunnya kelompok-kelompok dakwah dan harakah yang ada di bumi sekarang ini adalah suatu mimpi indah. Sebagaimana yang ditulis DR. Yusuf Qardhawi, maka kesatuan wala’ (loyalitas) dan tumbuhnya suasana ta’awun dalam menghadapi konspirasi para thaghut adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Dan kalaupun hal ini belum terwujud karena ada beberapa hal yang belum bisa kita lakukan, maka tidak mampukah kita sekadar meninggalkan tradisi sukhriyyah dan perasaan ana khairun minhu (saya lebih baik daripadanya) seperti yang dinyatakan iblis???

  5. ‘Adamul Lamz
  6. Maksudnya tidak mencela orang lain. Ini ditegaskan dengan firman-Nya:

    "Dan janganlah kamu mencela diri sendiri’. Mencela sesama muslim, oleh ayat ini dianggap mencela diri sendiri, sebab pada hakekatnya kaum muslimin dianggap satu kesatuan. Apalagi jika celaan itu adalah masalah status dan standar kebendaan. Allah sendiri menyuruh Rosul dan orang-orang yang mengikutinya untuk bersabar atas segala kekurangan orang-orang mukmin. (lLihat QS, 18:28).

  7. Tarkut Tanabuz
  8. Yakni meninggalkan panggilan dengan sebutan-sebutan yang tidak baik terhadap sesama muslim. Ini berdasarkan firman Allah SWT:

    "Dan janganlah kamu saling memanggil dengan sebutan-sebutan (yang buruk)." (QS 49:11)

    Tanabuz dalam bentuk yang paling parah adalah berupa pengkafiran terhadap orang yang beriman. Pada kenyataannya masih saja ada orang atau kelompok yang dengan begitu mudahnya menyebut kafir kepada orang yang tidak tertarik untuk masuk ke dalam kelompok tersebut.

  9. Ijtinabu Katsirin minadzdzan
  10. Allah SWT berfirman:

    "Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa." (QS 49:12)

    Pada dasarnya seorang muslim harus berbaik sangka terhadap sesamanya, kecuali jika ada bukti yang jelas tentang kesalahan tersebut. Dan sebaliknya, kepada orang kafir dan musuh Islam, kaum muslimin harus menaruh curiga bila mereka bermanis budi. Allah SWT sendiri menegaskan:

    "Sesungguhnya orang-orang kafir menginfakkan harta-harta mereka untuk mengahalangi manusia dari jalan Allah." (QS 8:36)

  11. Adamut Tajassus
  12. ‘Adamut Tajassus adalah tidak mencari-cari kesalahan dan aurat orang lain. Perbuatan ini amat dicela Islam. Allah SWT amat suka bila kita berusaha menutup aib saudara kita sendiri. Firman Allah SWT:

    " Dan janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan (dan aurat) orang lain." (QS 49:12)

  13. Ijtinabul Ghibah

Allah SWT menegaskan:

"Dan janganlah kamu sekalian menggunjing sebagian lain.Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?…"

Ghibah sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah SAW adalah menceritakan keburukan dan kejelekan orang lain. Ketika seseorang menceritakan kejelekan orang lain, maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, jika yang diceritakannya benar-benar terjadi maka itulah ghibah. Kedua, jika yang diceritakannya itu tidak terjadi berarti ia telah memfitnah orang lain.

Begitu besarnya dosa ghibah, sampai Allah SWT menyamakan orang yang melakukannya dengan orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri.

 

 

[Home] [Members] [Khabar] [Tsaqafah]

Saran dan kritik dapat anda kirimkan ke webmaster

© 1999 hitamputih